celah sendiri
Friday 4 October 2019
Setelah Membaca Buku
Wednesday 12 September 2018
A Letter to Mustika
Thursday 28 June 2018
Surat untuk Bumi
Saturday 14 April 2018
tentang aku dan kau; di balik jendela.
Saturday 9 September 2017
Di Antara Daun Gugur.
Saturday 1 July 2017
Jarak.
Mata ini enggan terpejam lagi. Padahal, ia baru mau beristirahat tiga jam yang lalu. Namun rasanya memang mataku terlalu berat untuk kembali tertutup. Pun matahari yang semakin meninggi membangunkan hasratku untuk membuka jendela kamar.
Sinar matahari menerangi kamarku. Debu-debu tampak berterbangan. Aku semakin sadar mataku menyipit. Sesak itu kembali menyerang.
Malam tadi, suaranya yang parau itu lebih terdengar seperti belati yang menyayat perasaan. Tanpa perintah, takutku yang menggunung sejak beberapa pekan yang lalu tumpah semua. Dadaku terhimpit penuh oleh rasa yang senada dengan apa yang menggontaikannya.
Ia memanggil namaku pelan.
"Apa?" Sahutku dengan usaha penuh agar suaraku terdengar biasa saja.
"Maafkan aku," katanya, lagi, dengan suara parau. Sebuah maaf yang tak perlu kutanya lagi konotasinya.
Aku bisu. Tak kusadari ternyata pipiku telah basah juga.
Aku mendengar ia menelan ludahnya. Aku paham, rasanya pasti pahit. Sangat pahit. Aku terlalu mengenalnya. Meski lewat ujung telepon, aku tetap bisa lihat wajahnya saat ini yang getir tak terjabarkan.
Aku berusaha tertawa. Tapi hasilnya, tawa itu malah bercampur dengan isak yang tak bisa lagi kusembunyikan. Tangisku semakin menjadi-jadi.
Hening. Kami berdua sama-sama sibuk membenahi air mata.
"Iya, gak papa, kok," akhirnya aku yang angkat bicara. "Asalkan kamu baik-baik saja, aku gak papa," dan semua orang tahu ini terlalu klise. Tapi aku rasa, jika kau yang ada di posisiku, kau juga akan mengucapkan kalimat yang sama.
Seketika tanganku mengeratkan pelukannya kepada bantal yang terlanjur kubasahi. Tenggorokanku tercekat.
Semesta memang terlampau ajaib. Sungguh, baru aku tahu bahwa perasaan bisa semengacaukan ini. Atau aku juga pernah kacau, tapi kukira kali ini aku tak akan lagi berjumpa dengan perasaan macam ini. Dia, terlalu baik, terlalu menyayangi untuk mengacaukanku. Hingga sempat aku bertanya, memangnya hal apa yang dapat memisahkan aku dengannya? Ternyata ini; jarak.
Pun aku tanyakan seperti apa sakitnya? Ternyata seperti ini; sakit sekali.